Rabu, 29 Juni 2011

SISTEM PENGELOLAAN PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN DENGAN METODA SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)

SISTEM PENGELOLAAN PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN DENGAN METODA SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)

Oleh : Alik Sutaryat


Istilah yang dikemukakan sebagai sistem menanam padi secara intensif ini sebenarnya kurang tepat karena dalam prakteknya justru mengubah secara mendasar caramenanam padi selama ini yang memacu peningkatan input eksternal seperti penggunaanair, pupuk, insektisida dan bahan kimia lainnya menjadi suatu cara menanam padi yanglebih seksama atau telaten dengan menumbuhkan sistem perakaran secara maksimal,meningkatkan jumlah dan keberagaman organisme dalam tanah, serta mengurangipenggunaan air dan biaya produksi.

Cara ini mengubah paradigma pengelolaan tanah hanya sebagai media tanam menjadi pengelolaan tanah sebagai bioreaktor yang merupakan pabrik hara bagi tanaman dengan para pekerjanya organisme yang beragam di dalam tanah. Dengan perobahan yang sangat mendasar ini sekalipun hampir semua input eksternal dikurangi bahkan dihilangkan justru memberikan hasil yang lebih baik, dalam arti lebih produktif (tanaman lebih tinggi, anakan lebih banyak, malai lebih panjang dan bulir lebih berat/banyak), lebih sehat (tanaman lebih tahan hama dan penyakit), lebih kuat (tanaman lebih tegar, lebih tahan kekeringan dan tekanan abiotik), lebih menguntungkan (biaya produksi lebih rendah), dan memberikan risiko ekonomi yang lebih rendah.

Sungguh sulit untuk dipercaya, namun tidak demikian bagi para petani dari beberapa Kelompok Studi Petani (KSP), msalnya KSP Berkah Famli Lakbok Ciamis yang telah mempraktekkannya memasuki tahun ke-5. Mereka datang ke DPR-RI Komisi 4 di Jakarta tanggal 14 Pebruari 2006 yang lalu, untuk mengungkapkan rasa syukurnya sekaligus menyampaikan pengalaman serta harapannya agar rekan-rekan petani lainnya dapat berkesempatan melakukan apa yang mereka tengah lakukan di sawahnya. Mereka merupakan bagian dari 5000 petani lebih yang telah mempelajari dan mempraktekkan SRI di lebih 1200 ha sawah di berbagai tempat di Jawa Barat.

Dengan cara SRI sawah tidak digenangi air karena memang padi bukanlah tanaman air, cukup dengan tanah dalam kondisi lembab/macak-macak. Tetapi karena mengandung kompos yang cukup sehingga tanah mempunyai kemampuan untuk mengikat air yang banyak selain menyisakan ruang untuk udara, mikroorganisme, dan pertumbuhan akar. Kebutuhan air untuk sistem ini hanya setengah dari cara konvensional, serta membuka peluang penerapan teknik baru untuk pemenuhannya baik berupa penyiraman maupun pengaturan lainnya.

Bibit padi ditanam tunggal secara satu persatu dengan umur pesemaian 5-7 hari. Bibit padi yang masih memiliki keping biji ini ditanam dangkal dengan akarnya diletakkan mendatar/leter L sehingga memudahkan tumbuhnya ruas, akar dan anakan. Dengan demikian semaian tidak memerlukan bibit padi yang banyak, cukup dengan 3-5 kg untuk 1 hektar sawah yang semula memerlukan 30 kg bibit, dan pembibitan dapat dilakukan dalam besek bambu atau pipiti /nampan/alas plastik utuk areal yang lebih luas sehingga memudahkan dalam pemindahannya. Karena penanaman tunggal para pemula seringkali arep-arepeun menunggu tumbuhnya tanaman dan munculnya anakan. Setelah sebulan berlalu baru mereka bisa melihat bahwa dengan cara SRI akar dan anakan tumbuh lebih kuat dan lebih banyak dari pada bibit yang ditanam tua dan banyak. Jarak tanam bibitpun cukup lebar, ada yang 30x30 cm, 40x40cm, bahkan ada yang 50x50cm. Jarak tanam yang renggang ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pertumbuhan anakan dan sangat memudahkan pekerjaan pemeliharaan tanah, selain terhindar dari persaingan nutrisi, energi dan aktivitas perakaran.

Penyiangan atau ngarambet merupakan faktor yang sangat penting, fungsinya bukan saja untuk menghilangkan gulma tetapi juga untuk memasukkan udara ke dalam tanah. Pada cara SRI penyiangan dilakukan paling sedikit empat kali dari yang biasanya hanya dua kali pada cara konvensional. Sekali saja penyiangan tidak dilakukan bisa menurunkan produksi padi sekitar 1 ton/ha. Dengan tanah yang berkompos dan beberapa jam sebelumnya air di sawah dinaikkan maka pada saat penyiangan rumput yang tumbuh dapat dicabut/disiang dengan mudah. Untuk maksud ini alat penyiangan dengan menggunakan seperangkat alat yang berputar dapat dikembangkan.

Cara SRI dapat menekan gangguan hama yang sering terjadi secara berarti tanpa harus menggunakan bahan kimia anti hama/pestisida sintetis. Banyak jenis serangga yang hidup bersama dengan tumbuhnya tanaman padi, namun mereka tidak sempat menjadi hama (merusak dan merugikan) karena dengan cara SRI kondisi rimbunnya rumpun padi tidak memberi cukup waktu kepada serangga untuk berkembangbiak. Serangan keongpun dapat ditekan karena tanah terhindar dari genangan.

Menanam padi dengan cara SRI dapat meningkatkan produktivitas secara nyata. Ujicoba petani di beberapa daerah misalnya di Ciamis, Garut, Tasik memberikan hasil berturut-turut mulai dari 9,4 ton/ha, 11 ton/ha, 11,2 ton/ha, bahkan terakhir ada yang mencapai 12,5 ton/ha, tentunya pada luasan yang masih sangat terbatas.

Demikian juga ujicoba pemula di Cianjur, Bekasi, Sukabumi, Bandung selalu diatas 8 ton/ha sekalipun dalam penerapan keseksamaannya masih jauh dari sempurna. Cara SRI juga meningkatkan kualitas bulir padi yang dihasilkan. Produk beras kepalanya meningkat 17%, rasanya lebih pulen, dan lebih tahan. Penggunaan jumlah dan mutu kompos sangat menentukan, sementara kebiasaan petani untuk membuat kompos sudah lama tergusur oleh kebiasaan membeli pupuk, bahkan ada anggapan seolah-olah kandungan kompos harus seperti pupuk buatan. Sebenarnya para petani dapat menyiapkan komposnya sendiri dengan memanfaatkan waktu luangnya sehari-hari. Bahan kompos yang diperlukan bisa berasal dari sampah organik yang sudah terpisah bersih dari sampah non-organik, atau dari produksi biomasa setempat seperti dari tanaman kirinyuh, batang pisang, dan lain-lain.

Satu hektar sawah biasanya menyisakan sekitar 8 ton jerami dan 3 ton sekam, serta memerlukan tambahan biomassa sekitar 5-7 ton lagi. Bahan-bahan kompos dapat ditumpuk di atas permukaan tanah, disiram rutin dengan campuran Mikroorganisme Lokal (MOL) yang berasal dari buangan dapur atau dari kandang ternak serta dikembangkan sendiri dari bahan-bahan tertentu yang berada di masing-masing daerah misalnya Cairan Nasi yang disimpan pada sersah bambu, MOL caian keong mas yang dipermentasi sehingga terjadi proses pengomposan secara aerobik. Kompos tidak hanya untuk menggantikan pupuk, melainkan untuk membentuk struktur tanah sehingga bisa berfungsi sebagai bioreaktor, yang dengan peran mikrorganismenya bisa mengubah mineral terlarut dalam air dengan udara menjadi sumber hara untuk tanaman.

Penggunaan kompos dalam cara SRI meningkatkan populasi mikroorganisme (Azospirillum, Azotobacter, Phosphobacteria, dll) dalam rhizosphere secara berlipat dibandingkan dengan cara konvensional. Lebih lanjut dapat dikemukakan pada cara konvensional populasi Azospirillum dalam akar hanya 65 ribu/mg memberikan 20 anakan dan hasilan 2 ton/ha, sementara dengan cara SRI yang menggunakan kompos populasi Azospirillum menjadi 1,5 juta/mg memberikan 80 anakan dan hasilan diatas 10 ton/ha. Adapun penggunaan pupuk NPK pada cara SRI justru menurunkan populasi Azospirillum dalam akar menjadi kurang dari 0,5 juta/mg sekalipun masih memberikan 70 anakan dan hasilan maksimum 9 ton/ha.

Demikianlah cara SRI dapat meningkatkan produksi padi secara sangat berarti sehingga memungkinkan baik petani produsen maupun petani konsumen diuntungkan. Dengan tingginya produksi harga beras di pasaran dapat turun sehingga terbeli oleh petani konsumen, sementara petani produsen masih dapat menikmati kenaikan pendapatannya karena jumlah yang dijualnya di pasar lebih banyak.

Praktek pertanian yang tidak berkelanjutan menganggap tanah sebagai mesin produksi dan tidak memperlakukan tanah sebagai sistem yang hidup serta mengabaikan fungsi dan peranan air juga bahan organik tanah. Disamping itu, upaya peningkatan produksi dan takut kehilangan hasil sekecil apapun, membuat pelaku pertanian seolah sebagai penguasa lingkungan. Tiga kondisi yang merupakan ongkos mahal yang harus dibayar sebagai akibat sistem pertanian yang dikembangkan selama 50 tahun terakhir adalah : kerapuhan alam pertanian, kerapuhan pangan dan bertani yang terjajah.

Sejalan dengan gagasan dan kondisi saat ini serta akibat yang telah ditimbulkan, maka budi daya model SRI adalah salah satu cara yang dapat ditawarkan dan dilakukan sebagai upaya perbaikan pada lahan /agro-ekosistem serta prilaku uahatani , SRI diartikan salah satu upaya budi daya padi seksama dengan management perakaran, yang berbasis pada pengelolaan tanah , tanaman dan air dengan mengutamakan berjalannya aliran energi dan siklus nutirisi untuk memperkuat suatu kesatuan agro- ekosistem.

Budi daya model SRI merupakan sistem produksi pertanian yang holistic dan terpadu, dengan mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup berkualitas dan berkelanjutan, sehubungan dengan hal itu maka model pertanian SRI ini adalah salah satu pilihan untuk dibangun dan dikembangkan, karena penggunaan air yang hemat merupakan salah satu langkah dalam mengantisipasi krisis air.

Tantangan pada pengembangan SRI

Sejalan dengan berkembangnya penerapan SRI di lapangan dan minatnya para petani, terutama dalam pelaksanaan penggunaan pupuk organik maka muncul beberapa masalah diantaranya :
- Ketersediaan Bahan Organik baik dari bio masa atau yang bersumber dari limbah ternak masih sangat tebatas

- Pembuatan kompos di sebagian besar masyarakat masih dilakukan secara manual sehingga memerlukan tenaga kerja yang banyak dan waktu yang lama

- Membiasakan membuang dan membakar sumber bahan organik ( Jerami dan limbah organik lainnya) , telah menjadi budaya
- Petugas dan petani yang memahami dan terampil dalam penguasaan teknis Ekologi Tanah dan SRI jumlahnya masih sangat terbatas.

Dalam Pengembangannya model Usahtani dengan metoda SRI diikuti dengan pengembangan ternak, penyediaan alat pengolah organik (Chooper) dan pembelajaran.

Peluang Pengembangan SRI

1. Pangan

SRI salah satu cara dalam mengoptimalkan potensi tanaman; kemampuan tanah, fungsi air, juga teknik budidaya menjadi satu rangkaian sistem yang akan memberikan produktivitas lahan lebih baik, pertumbuhan yang normal pada masing-masing bio masa tanaman sangat berpengaruh pada struktur tanaman, apalagi didukung oleh fungsi tanah sebagai sebuah pabrik yang terus bekerja /bioreaktor. sehingga produksi SRI telah didapatkan hasil yang meningkat 32 % bahkan 2 kali lipat dari cara biasa (konvensional).

Sehatnya tanah akan memberikan dukungan terhadap normalnya pertumbuhan tanaman yang pada gilirannya akan diperoleh makanan yang sehat, dengan kandungan karbohidrat tinggi, atau zat lainnya serta terhindar dari zat-zat yang berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia.

2. Pekerjaan

Kegiatan budidaya SRI di beberapa daerah telah membangkitkan semangat berusahatani terutama keterlibatan para petani dalam penyediaan sarana yang digunakan dalam usahanya seperti : pengadaan bahan organik, pembuatan kompos, pengembangan Mikro Organisme Lokal dan pembuatan pestisida nabati yang langsung dikerjakan para petani sendiri padahal sebelumnya mereka membeli, pengadaan dan pengembangan ternak untuk memenuhi kebutuhan organik selain penganekaragaman usaha di sector pertanian, hal ini peluang untuk terus dikembangkan sekaligus membanguan pasar-pasar lokal yang merupakan sumber kekuatan perekonomian di pedasaan.


3. Energi

Pengelolaan agroekosistem pada budidaya metoda SRI mengutamakan potensi alam lebih optimal , aktivitas biota dalam tanah didukung dengan upaya upaya mengintensifkan pengelolaannya yang diintegrasikan oleh penggunaan air sesuai dengan kebutuhan aktivitas pertanaman dan ekologi tanah. Hal ini akan terjamin dengan kehadiran bahan organik di dalam tanah. Matahari, air dan unsur lainnya yang dapat dikelola adalah modal sumber energi yang dapat ditingkatkan nilainya dalam mendukung dan memperkuat budidaya tanam metoda SRI menjadi lebih efisien dan efektif serta produktif.

4. Budaya

Kegiatan usahatani yang turun temurun adalah kekuatan budaya masyarakat di pedesaan namun demikian beberapa hal yang telah menjadi image/budaya terkadang memberikan dampak negatif seperti : tanaman padi yang sejak semai sampai panen harus terus digenang, serangga yang hidup di pandang sebagai hama sehingga terjadi persaingan hidup yang ketat dan akhirnya harus jadi korban dibunuh, maka pestsida menjadi senjata yang ampuh untuk solusi terbaiknya, beberapa perlakuan terhadap benih yang mau ditanamkan terjadi pengrusakan biomasa, dipesemaian akar dicabut putus, daun di potong, batang diikat, dimasukan keranjang atau karung, ditumpuk sebelum ditanam, dilempar, ditanam banyak, ditanam dalam dan akhirnya di petakan sawah direndam. SRI melakukan kebalikan dari apa yang telah dilakukan pada cara konvensional, sehinga dengan melaksankan pola SRI ini diharapkan kondisi tanaman berawal dari benih yang bernas, sehat tanpa ada kerusakan. Sehingga akan didapat sebuah budaya yang mengarah pada norma-norma saling menguntungkan dan berkesinambungan tanpa harus saling merusak atau membentuk persaingan yang bersifat merugikan.

5. Lingkungan

Keharmonisan lingkungan diberbagai ekosistem tercipta dari sebuah pemikiran dan tindakan yang dperbuat, pada gilirannya hidup sehat akan dirasakan di berbagai kehidupan ekosistem serta unsur-unsurnya seperti : tanah sehat akan memberikan kehidupan rumah tangga tanah (ekologi tanah) yang sehat sekaligus akan mendukung produktivitas lahan lebih tinggi, rumah tangga tanah yang sehat sebagai jaminan terjadinya daur aliran energi dan siklus nutrisi yang lebih mapan sehingga diatas permukaan tanah akan menjamin kedinamisan, struktur jenjang hirarkis, dan interaksi yang saling tergantung satu sama lain di agro-ekosistem.

Sysem Of Rice Intensification (SRI) dalam pengalamannya menawarkan sekaligus memberi oleh-oleh, dalam kurn waktu 7 tahun penerapan pengelolaan akar tanaman padi sehat yang mengintegrasikan pengelolaan tanah yang dijadikan sebuah pabrik, pengelolaan tanaman dengan menjaga dan mempertahankan potensi tumbuhnya serta pengelolaan air yang merupakan sumber energi, nutrisi lebih efisien dan efektif.

Sebagai pendukung agar SRI mampu diterapkan para pelaku usahatanai, sebelumnya diutamakan Pembelajaran Ekologi Tanah (PET) dipahami lebih dulu sebagai sebuah gerbang dalam mengelolan agro-ekosistem, hal ini berdampak pada phiskologis pengelola usahatani untuk berhati-hati dalam setiap keputusan untuk mengambil sebuah tindakan sehingga kondisi mahluk-mahluk hidup yang berada disekitarnya tidak lagi mati terbunuh atau hidup merusak dan merugikan. Praktek pengelolaan lahan ramah lingkungan melalui metoda SRI, hanyalah salah satu gagasan kecil sambil menunggu gagasan lain yang lebih bermanfaat, namun demikan semoga gagasan kecil ini bermanfaat.

Sumber : http://ppnsi-bengkulu-utara.freevar.com/artikel/sri2.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar